Senin, 09 Februari 2015

kisah sahabat nabi

Meneladani Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu

Meneladani Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu 7

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling utama bahkan ia adalah manusia paling mulia setelah para nabi dan rasul. Abu Bakar memeluk Islam tatkala orang-orang masih mengingkari Nabi.
Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu mengatakan, “(Di awal Islam) Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya bersama lima orang budak, dua orang wanita, dan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhum ‘ajmain.” (Riwayat Bukhari).
Sebagaimana telah masyhur, laqob ash-shiddiq disematkan padanya karena ia selalu membenarkan apa yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana pada pagi hari setelah kejadian isra mi’raj orang-orang kafir berkata kepadanya, “Temanmu (Muhammad) mengaku-ngaku telah pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam”. Abu Bakar menjawab, “Jika ia berkata demikian, maka itu benar”.
Keutamaan Abu Bakar
Pertama, dijamin masuk surga dan memasuki semua pintu yang ada di sana, padahal saat itu beliau masih menjejakkan kaki di muka bumi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah, mereka yang berpuasa akan dipanggila dari pintu puasa, yaitu pintu Rayyan. Lantas Abu Bakar bertanya; “Jika seseorang (yang masuk surga) dipanggil dari salah satu pintu, itu adalah sebuah kepastian. Apakah mungkin ada orang akan dipanggil dari semua pintu tersebut wahai Rasulullah?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Benar, dan aku berharap kamu termasuk diantara mereka, wahai Abu Bakar.” (HR. al-Bukhari & Muslim).
Kedua, Abu Bakar adalah laki-laki yang paling dicintai oleh Rasulu shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Amr bin Al Ash radhiallahu’anhu bertanya kepada Nabi shallallahu’alahi wa sallam, “Siapa orang yang kau cintai?. Rasulullah menjawab: ‘Aisyah’. Aku bertanya lagi: ‘Kalau laki-laki?’. Beliau menjawab: ‘Ayahnya Aisyah’ (yaitu Abu Bakar)” (HR. Muslim).
Ketiga, Allah mempersaksikan bahwa Abu Bakar adalah orang yang ikhlas dalam mengamalkan ajaran Islam. Allah Ta’ala berfirman,
وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى. الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّىٰ. وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَىٰ. إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَىٰ. وَلَسَوْفَ يَرْضَىٰ
“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan” (QS. Al Lail: 17-21)
Para ulama, di antaranya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini beliau berkata, sebab turun ayat ini adalah berkaitan dengan Abu Bakar ash-Shiddiq (Tafsir as-Sa’di, Hal: 886).
Keempat, orang-orang musyrik menyifati Abu Bakar sebagaimana Khadijah menyifati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bakar adalah salah seorang sahabat yang diperintahkan Rasulullah untuk berhijrah ke negeri Habasyah. Meskipun Abu Bakar lebih senang berada di sisi Rasulullah, namun Rasulullah mengkhawatirkan keselematan Abu Bakar karena kabilahnya termasuk kabilah yang lemah, tidak mampu melindunginya dari ancaman orang-orang kafir Quraisy.
Dalam perjalanan menuju Habasyah, saat sampai di suatu wilayah yang bernama Barku al-Ghumad, Abu Bakar berjumpa dengan seseorang yang dikenal dengan Ibnu Dughnah yang kemudian menanyakan perihal tentangnya. Lalu Ibnu Dughnah mengajaka Abu Bakar kembali ke Mekah dan ia berkata kepada kafir Quraisy, “Apakah kalian mengusir orang yang suka menghilangkan beban orang-orang miskin, menyambung silaturahim, menanggung orang-orang yang lemah, menjamu tamu, dan selalu menolong di jalan kebenaran?” (Riwayat Bukhari)
Sifat yang sama seperti sifat yang dikatakan Ummul Mukminin Khadijah tatkala menenangkan Rasulullah tatkala pertama kali menerima wahyu.
Oleh karena itu, tidak heran sampai-sampai Umar bin al-Khattab menyifati keimanan Abu Bakar dengan permisalan yang sangat luar biasa. Umar mengatakan, “Seandainya ditimbang iman Abu Bakar dengan iman seluruh penduduk bumi, niscaya lebih berat iman Abu Bakar.” (as-Sunnah, Jilid 1 hal. 378).
Meneladani Abu Bakar
Pertama, meneladani kecintaannya kepada Rasulullah.
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, ia menceritakan, setiap harinya Rasulullah selalu datang ke rumah Abu Bakar di waktu pagi atau di sore hari. namun pada hari dimana Rasulullah diizinkan untuk berhijrah, beliau datang tidak pada waktu biasanya. Abu Bakar yang melihat kedatangan Rasulullah berkata, “Tidaklah Rasulullah datang di waktu (luar kebiasaan) seperti ini, pasti karena ada urusan yang sangat penting”. Saat tiba di rumah Abu Bakar, Rasulullah bersabda, “Aku telah diizinkan untuk berhijrah”. Kemudian Abu Bakar menanggapi, “Apakah Anda ingin agar aku menemanimu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Iya, temani aku”. Abu Bakar pun menangis.
Kemudian Aisyah mengatakan, “Demi Allah! Sebelum hari ini, aku tidak pernah sekalipun melihat seseorang menagis karena berbahagia. Aku melihat Abu Bakar menangis pada hari itu”.
Abu Bakar kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, ini adalah kedua kudaku yang telah aku persiapkan untuk hari ini”. Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Subhanallah! Abu Bakar menangis bahagia karena bisa hijrah bersama Rasulullah. Padahal hijrah dari Mekah ke Madinah kala itu benar-benar membuat nyawa terancam, meninggalkan harta, meninggalkan keluarga; anak dan istri yang ia cintai, tapi cinta Abu Bakar kepada Rasulullah membuatnya lebih mengutamakan Rasulullah daripada harta, anak, istri, bahkan dirinya sendiri.
Kedua, menangis saat membaca Alquran.
Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang amat lembut hatinya sehingga tatkala membaca Alquran, matanya senantiasa berurai air mata. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit menjelang wafatnya, beliau memerintahkan Abu Bakar agar mengimami kaum muslimin. Lalu Aisyah mengomentari hal itu, “Sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang yang sangat lembut, apabila ia membaca Alquran, ia tak mampu menahan tangisnya”. Aisyah khawatir kalau hal itu mengganggu para jamaah. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerintahkan agar Abu Bakar mengimami kaum muslimin.
Karena bacaan Alqurannya pula, orang-orang kafir Quraisy mengeluh kepada Ibnu Dhughnah –orang yang menjamin Abu Bakar- agar ia meminta Abu Bakar membaca Alquran di dalam rumahnya saja, tidak di halaman rumah, apalagi di tempat-tempat umum. Mereka khawatir istri-istri dan anak-anak mereka terpengaruh dengan lantunan ayat suci yang dibaca oleh Abu Bakar.
Ketiga, berhati-hati terhadap harta yang haram atau syubhat.
Dikisahkan pula dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:
“Abu Bakar ash-Shiddiq memiliki budak laki-laki yang senantiasa mengeluarkan kharraj (setoran untuk majikan) padanya. Abu Bakar biasa makan dari kharraj itu. Pada suatu hari ia datang dengan sesuatu, yang akhirnya Abu Bakar makan darinya. Tiba-tiba sang budak berkata, ‘Apakah Anda tahu dari mana makanan ini?’. Abu Bakar bertanya, ‘Dari mana?’ Ia menjawab, ‘Dulu pada masa jahiliyah aku pernah menjadi dukun yang menyembuhkan orang. Padahal bukannya aku pandai berdukun, namun aku hanya menipunya. Lalu si pasien itu menemuiku dan memberi imbalan buatku. Yang Anda makan saat ini adalah hasil dari upah itu. Akhirnya Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam mulutnya hingga keluarlah semua yang ia makan.” (HR. Bukhari).
Kami tutup tulisan ini dengan sebuah hadits dari Anas bin Malik. Ada seseorang yang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”Anas pun mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.” (HR. Bukhari).

kisah sahabat nabi

Keutamaan Umar bin al-Khattab

Umar bin al-Khattab 38
Setelah membahas tentang keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq, kiranya perlu juga kita membahas tentang kemualiaan Umar bin Khattab. Ia adalah seorang khalifah yang sangat terkenal, perjalanan hidupnya adalah teladan yang diikuti, dan kepemimpinannya adalah sesuatu yang diimpikan. Banyak orang saat ini memimpikan, kiranya Umar hidup di zaman ini dan memipin umat yang tengah kehilangan jati diri.
Ada beberapa gelintir orang yang tidak menyukai khalifah yang mulia ini, mereka mengatakan al-Faruq telah mencuri haknya Ali. Menurut mereka, Ali bin Abi Thalib lebih layak dan lebih pantas dibanding Umar untuk menjadi khalifah pengganti Nabi. Berangkat dari klaim tersebut, mulailah mereka melucuti kemuliaan dan keutamaan Umar. Mereka buat berita-berita palsu demi rusaknya citra amirul mukminin Umar bin Khattab. Mereka puja orang yang memusuhinya dan pembunuhnya pun digelari pahlawan bangsa.
Berikut ini kami cuplikkan kabar-kabar ilahi yang bercerita tentang keutamaan, kemuliaan, dan kedudukan Umar bin Khattab, karena seperti itulah ia layak untuk diceritakan.
Nasab dan Ciri Fisiknya
Ia adalah Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Adi bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luai, Abu Hafsh al-Adawi. Ia dijuluki al-Faruq.
Ibunya bernama Hantamah binti Hisyam bin al-Mughirah. Ibunya adalah saudari tua dari Abu Jahal bin Hisyam.
Ia adalah seseorang yang berperawakan tinggi, kepala bagian depannya plontos, selalu bekerja dengan kedua tangannya, matanya hitam, dan kulitnya kuning. Ada pula yang mengatakan kulitnya putih hingga kemerah-merahan. Giginya putih bersih dan mengkilat. Selalu mewarnai janggutnya dan merapikan rambutnya dengan inai (daun pacar) (Thabaqat Ibnu Saad, 3: 324).
Amirul mukminin Umar bin Khattab adalah seorang yang sangat rendah hati dan sederhana, namun ketegasannya dalam permasalahan agama adalah ciri khas yang kental melekat padanya. Ia suka menambal bajunya dengan kulit, dan terkadang membawa ember di pundaknya, akan tetapi sama sekali tak menghilangkan ketinggian wibawanya. Kendaraannya adalah keledai tak berpelana, hingga membuat heran pastur Jerusalem saat berjumpa dengannya. Umar jarang tertawa dan bercanda, di cincinnya terdapat tulisan “Cukuplah kematian menjadi peringatan bagimu hai Umar.”
Keistimewaan dan Keutamaannya
- Umar adalah Penduduk Surga Yang Berjalan di Muka Bumi
Diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib bahwa Abu Hurairah berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Sewaktu tidur aku bermimpi seolah-olah aku sedang berada di surga. Kemudian aku melihat seorang wanita sedang berwudhu di sebuah istana (surga), maka aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Wanita-wanita yang ada di sana menjawab, ‘Milik Umar.’ Lalu aku teringat dengan kecemburuan Umar, aku pun menjauh (tidak memasuki) istana itu.” Umar radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata, “Mana mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah.”
Subhanallah! Kala Umar masih hidup di dunia bersama Rasulullah dan para sahabatnya, namun istana untuknya telah disiapkan di tanah surga.
- Mulianya Islam dengan Perantara Umar
Dalam sebuah hadisnya Rasulullah pernah mengabarkan betapa luasnya pengaruh Islam di masa Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu. Beliau bersabda,
“Aku bermimpi sedang mengulurkan timba ke dalam sebuah sumur yang ditarik dengan penggerek. Datanglah Abu Bakar mengambil air dari sumur tersebut satu atau dua timba dan dia terlihat begitu lemah menarik timba tersebut, -semoga Allah Ta’ala mengampuninya-. Setelah itu datanglah Umar bin al-Khattab mengambil air sebanyak-banyaknya. Aku tidak pernah melihat seorang pemimpin abqari (pemimpin yang begitu kuat) yang begitu gesit, sehingga setiap orang bisa minum sepuasnya dan juga memberikan minuman tersebut untuk onta-onta mereka.”
Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Kami menjadi kuat setelah Umar memeluk Islam.”
- Kesaksian Ali bin Abi Thalib Tentang Umar bin al-Khattab
Diriwayatkan dari Ibnu Mulaikah, dia pernah mendengar Abdullah bin Abbas berkata, “Umar radhiallahu ‘anhu ditidurkan di atas kasurnya (menjelang wafatnya), dan orang-orang yang berkumpul di sekitarnya mendoakan sebelum dipindahkan –ketika itu aku hadir di tengah orang-orang tersebut-. Aku terkejut tatkala seseorang memegang kedua pundakku dan ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali berkata (memuji dan mendoakan Umar seperti orang-orang lainnya), “Engkau tidak pernah meninggalkan seseorang yang dapat menyamai dirimu dan apa yang telah engkau lakukan. Aku berharap bisa menjadi sepertimu tatkala menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demi Allah, aku sangat yakin bahwa Allah akan mengumpulkanmu bersama dua orang sahabatmu (Rasulullah dan Abu Bakar).
Aku sering mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku berangkat bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar, dan aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar.”
- Umar adalah Seorang yang Mendapat Ilham
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kalian terdapat sejumlah manusia yang mendapat ilham. Apabila salah seorang umatku mendapakannya, maka Umarlah orangnya.”
Zakaria bin Abi Zaidah menambahkan dari Sa’ad dari Abi Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Bani Israil ada yang diberikan ilham walaupun mereka bukan nabi. Jika salah seorang dari umatku mendapatkannya, maka Umarlah orangnya.”
- Wibawa Umar
Dari Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setan lari ketakutan jika bertemu Umar.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar dan yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar.” (HR. Tirmidzi dalam al-Manaqib, hadits no. 3791)
Demikianlah di antara keutamaan Umar bin al-Khattab yang secara langsung diucapkan dan dilegitimasi oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah meridhai Umar bin al-Khattab.

kisah sahabat nabi

Keutamaan Utsman bin Affan

Utsman bin Affan 6
“Orang yang paling penyayang di antara umatku adalah Abu Bakar, yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar, yang paling pemalu adalah Utsman, yang paling mengetahui tentang halal dan haram adalah Muadz bin Jabal, yang paling hafal tentang Alquran adalah Ubay (bin Ka’ab), dan yang paling mengetahui ilmu waris adalah Zaid bin Tsabit. Setiap umat mempunyai seorang yang terpercaya, dan orang yang terpercaya di kalangan umatku adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya 3:184)
———————————————————————————–
Utsman bin Affan, khalifah rasyid yang ketiga. Ia dianggap sosok paling kontroversial dibanding tiga khalifah rasyid yang lain. Mengapa dianggap kontroversial? Karena ia dituduh seorang yang nepotisme, mengedepankan nasab dalam politiknya bukan kapasitas dan kapabilitas. Tentu saja hal itu tuduhan yang keji terhadap dzu nurain, pemiliki dua cahaya, orang yang dinikahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dua orang putrinya.
Pada kesempatan kali ini penulis tidak sedang menanggapi tuduhan-tuduhan terhadap beliau. Penulis akan memaparkan keutamaan-keutamaan beliau yang bersumber dari ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya agar kita berhati-hati dan mawas diri ketika mendengar hal-hal negatif tentang Utsman, kita lebih bisa mengontrol lisan kita dan berprasangka baik di hati kita.
Nasab dan Sifat Fisikinya
Beliau adalah Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abdu asy-Syam bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu bin Adnan (ath-Thabaqat al-Kubra, 3: 53).
Amirul mukminin, dzu nurain, telah berhijrah dua kali, dan suami dari dua orang putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Hubaib bin Abdu asy-Syams dan neneknya bernama Ummu Hakim, Bidha binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah. Dari sisi nasab, orang Quraisy satu ini memiliki kekerabatan yang sangat dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain sebagai keponakan Rasulullah, Utsman juga menjadi menantu Rasulullah dengan menikahi dua orang putri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan keutamaan ini saja, sulit bagi seseorang untuk mencelanya, kecuali bagi mereka yang memiliki kedengkian di hatinya. Seorang tokoh di masyarakat kita saja akan mencarikan orang yang terbaik menjadi suami anaknya, apalagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentulah beliau akan memilih orang yang terbaik untuk menjadi suami putrinya.
Utsman bin Affan termasuk di antara sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga, beliau juga menjadi enam orang anggota syura, dan salah seorang khalifah al-mahdiyin, yang diperintahkan untuk mengikuti sunahnya.
Utsman adalah seorang yang rupawan, lembut, mempunyai janggut yang lebat, berperawakan sedang, mempunyai tulang persendirian yang besar, berbahu bidang, rambutnya lebat, dan bentuk mulutnya bagus.
Az-Zuhri mengatakan, “Beliau berwajah rupawan, bentuk mulut bagus, berbahu bidang, berdahi lebar, dan mempunyai telapak kaki yang lebar.”
Amirul mukminin Utsman bin Affan terkenal dengan akhlaknya yang mulia, sangat pemalu, dermawan, dan terhormat. Terlalu panjang untuk mengisahkan kedermawanan beliau pada kesempatan yang sempit ini. Untuk kehidupan akhirat, menolong orang lain, dan berderma seolah-olah hartanya seringan buah-buah kapuk yang terpecah lalu kapuknya terhembus angin yang kencang.
- Penduduk Surga Yang Hidup di Bumi
Dari Abu Musa al-Asy’ari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke sebuah kebun dan memerintahkanku untuk menjaga pintu kebun tersebut. Kemudian datang seorang lelaki untuk masuk, beliau bersabda, “Izinkan dia masuk, kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga.” Ternyata laki-laki tersebut adalah Abu Bakar. Setelah itu datang laki-laki lain meminta diizinkan masuk, beliau bersabda, “Izinkan dia masuk, kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga.” Ternyata lelaki itu adalah Umar bin al-Khattab. Lalu datang lagi seorang lelaki meminta diizinkan masuk, beliau terdiam sejenak lalu bersabda, “Izinkan ia masuk, kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga disertai dengan cobaan yang menimpanya.” Ternyata lelaki tersebut adalah Utsman bin Affan.
- Kedudukan Utsman Dibanding Umat Islam Lainnya
Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku melihat bahwa aku di letakkan di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi daun timbangan lainnya, ternyata aku lebih berat dari mereka. Kemudian diletakkan Abu Bakar di satu daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi yang lainnya, ternyata Abu Bakar lebih berat dari umatku. Setelah itu diletakkan Umar di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi yang lainnya, ternyata dia lebih berat dari mereka. Lalu diletakkan Utsman di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi lainnya, ternyata dia lebih berat dari mereka.” (al-Ma’rifatu wa at-Tarikh, 3: 357).
Hadis yang serupa juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari jalur Umar bin al-Khattab.
Hadis ini menunjukkan kedudukan Abu Bakar, Umar, dan Utsman dibandingkan seluruh umat Nabi Muhammad yang lain. Seandainya orang-orang terbaik dari umat ini dikumpulkan, lalu ditimbang dengan salah seorang dari tiga orang sahabat Nabi ini, niscaya timbangan mereka lebih berat dibanding seluruh orang-orang terbaik tersebut.
- Kabar Tentang Kekhalifahan dan Orang-orang Yang Akan Memberontaknya
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, Rasulullah pernah mengutus seseorang untuk memanggil Utsman. Ketika Utsman sudah datang, Rasulullah menyambut kedatangannya. Setelah kami melihat Rasulullah menyambutnya, maka salah seorang dari kami menyambut kedatangan yang lain. Dan ucapan terakhir yang disampaikan Rasulullah sambil menepuk pundak Utsman adalah
“Wahai Utsman, mudah-mudahan Allah akan memakaikanmu sebuah pakaian (mengamanahimu jabatan khalifah), dan jika orang-orang munafik ingin melepaskan pakaian tersebut, jangalah engkau lepaskan sampai engkau bertemu denganku (meninggal).” Beliau mengulangi ucapan ini tiga kali. (HR. Ahmad).
Dan akhirnya perjumpaan yang disabdakan Rasulullah pun terjadi. Dari Abdullah bin Umar bahwa Utsman bin Affan berbicara di hadapan khalayak, “Aku berjumpa dengan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di dalam mimpi, lalu beliau mengatakan, ‘Wahai Utsman, berbukalah bersama kami’.” Maka pada pagi harinya beliau berpuasa dan di hari itulah beliau terbunuh. (HR. Hakim dalam Mustadrak, 3: 103).
Katsir bin ash-Shalat mendatangi Utsman bin Affan dan berkata, “Amirul mukminin, keluarlah dan duduklah di teras depan agar masyarakat melihatmu. Jika engkau lakukan itu masyarakat akan membelamu. Utsman tertawa lalu berkata, ‘Wahai Katsir, semalam aku bermimpi seakan-akan aku berjumpa dengan Nabi Allah, Abu Bakar, dan Umar, lalu beliau bersabda, ‘Kembalilah, karena besok engkau akan berbuka bersama kami’. Kemudian Utsman berkata, ‘Demi Allah, tidaklah matahari terbenam esok hari, kecuali aku sudah menjadi penghuni akhirat’.” (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat, 3: 75).
Demikianlah sedikit cuplikkan tentang keutamaan Utsman bin Affan yang mungkin tertutupi oleh orang-orang yang lebih senang memperhatikan aib-aibnya. Padahal aib itu sendiri adalah fitnah yang dituduhkan kepadanya. Semoga Allah meridhai Utsman bin Affan dan memasukkannya ke dalam surga yang penuh kedamaian.

kisah sahabat nabi

Keutamaan Ali bin Abi Thalib

Keutamaan Ali bin Abi Thalib 7
Imam Ali bin Abi Thalib adalah khalifah rasyid yang keempat. Keutamaan dan keistimewaannya adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi kecuali oleh orang-orang Khawarij (Ibnu Muljam dan komplotannya) yang lancang memerangi bahkan menumpahkan darahnya.
Berbeda dengan tiga khalifah sebelumnya, dimana sebagian orang terjebak dalam kesalahan dengan merendahkan kedudukan mereka, Ali bin Abi Thalib sebaliknya, orang-orang terjebak dalam kekeliruan, penyimpangan dan kesesatan bahkan kekufuran karena berlebih-lebihan dalam mengagungkannya. Sebagaimana Abdullah bin Saba dan orang-orang yang mengikutinya.
Suwaid bin Ghafalah datang menemui Ali radlhiallaahu ’anhu di masa kepemimpinannya. Lalu Suwaid berkata, “Aku melewati sekelompok orang menyebut-nyebut Abu Bakr dan Umar (dengan kejelekan). Mereka berpandangan bahwa engkau juga menyembunyikan perasaan seperti itu kepada mereka berdua. Di antara mereka adalah Abdullah bin Saba dan dialah orang pertama yang mengampanyekan hal tersebut’. Ali menjawab, “Aku berlindung kepada Allah menyembunyikan sesuatu terhadap mereka berdua kecuali kebaikan”. Kemudian beliau mengirim utusan kepada Abdullah bin Saba dan mengusirnya ke al-Madain. Ia juga berkata, “Jangan sampai engkau tinggal satu negeri bersamaku selamanya”. Kemudian ia berdiri menuju mimbar dan orang-orang pun berkumpul… …Ali berkata, “Ketahuilah, jangan pernah sampai kepadaku dari seorang pun yang mengutamakan aku dari mereka berdua melainkan aku akan mencambuknya sebagai hukuman untuk orang yang berbuat dusta.”
Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Sesungguhnya mengikuti hawa nafsu menghalangi dapat seseorang dari kebenaran dan panjangan angan-angan dapat membuatnya lupa akhirat.”
Nasabnya
Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah. Rasulullah memberinya kun-yah Abu Turab. Ia adalah sepupu sekaligus menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Qushay bin Kilab. Ali memiliki beberapa orang saudara laki-laki yang lebih tua darinya, mereka adalah: Thalib, Aqil, dan Ja’far. Dan dua orang saudara perempuan; Ummu Hani’ dan Jumanah.
Ayahnya, Abu Thalib yang nama aslinya adalah Abdu Manaf. Abu Thalib adalah paman kandung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat menyayangi Nabi, namun ia wafat dalam agama jahiliyah.
Sifat Fisiknya
Ali bin Abi Thalib adalah laki-laki berkulit sawo matang, bola mata beliau besar dan agak kemerah-merahan. Untuk ukuran orang Arab, beliau termasuk pendek, tidak tinggi dan berjanggut lebat. Dada dan kedua pundaknya putih. Rambut di dada dan pundaknya cukup lebat, berwajah tampan, memiliki gigi yang rapi, dan ringan langkahnya (ath-Thabaqat al-Kubra, 3: 25)
Keutamaan Ali bin Abi Thalib
- Termasuk Seseorang Yang Dijamin Surga
Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, az-Zubair di surga, Sa’ad (bin Abi Waqqash) di surga, Sa’id (bin Zaid) di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Abu Ubaidah bin al-Jarrah di surga.” (HR. at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Albani).
- Rasulullah Mengumumkan di Khalayak Bahwa Allah dan Rasul-Nya Mencintai Ali
Saat Perang Khaibar, Rasulullah hendak memberikan bendera komando perang kepada seseorang. Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’adi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Demi Allah, akan aku serahkan bendera ini esok hari kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dia dicintai Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah memberikan kemenangan melalui dirinya.” Maka semalam suntuk orang-orang (para sahabat) membicarakan tentang siapakah di antara  mereka yang akan diberikan bendera tersebut. Keesokan harinya, para sahabat mendatangi Rasulullah, lalu beliau bersabda, “Dimanakah Ali bin Abi Thalib?” Dijawab, “Kedua matanya sedang sakit.” Rasulullah memerintahkan, “Panggil dan bawa dia kemari.” Dibawalah Ali ke hadapan Rasulullah, lalu beliau meludahi kedua matanya yang sakit seraya berdoa untuknya. Seketika Ali sembuh total seolah-olah tidak tertimpa sakit sebelumnya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan bendera kepadanya. Lalu Ali berkata, “Wahai Rasulullah, aku memerangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita.” Rasululah bersabda, “Majulah dengan tenang, sampai engkau tiba di tempat mereka. Kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan sampaikanlah hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, sekiranya Allah member petunjuk kepada seseorang melalui dirimu, sungguh lebih berharga bagimu daripada memiliki onta-onta merah.” (HR. Muslim no. 4205).
- Kedudukan Ali di Sisi Rasulullah
Ibrahim bin Saad bin Abi Waqqash meriwayatkan dari ayahnya, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda kepada Ali, “Apakah engkau tidak ridha kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa.” (Muttafaq ‘alaihi).
Hadis ini Rasulullah sampaikan kepada Ali saat beliau tidak menyertakan Ali bin Abi Thalib dalam pasukan Perang Tabuk. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya agar menjadi wakil beliau di kota Madinah. Ali yang merasa tidak nyaman hanya tinggal bersama wanita, anak-anak, dan orang tua yang udzur tidak ikut perang dihibur Rasulullah dengan sabda beliau di atas.
Sa’d bin Abi Waqqash radlhiallahu ‘anhu membawakan hadits semisal dalam ash-Shahihain:
عن سعد بن أبي وقاص قال خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم علي بن أبي طالب في غزوة تبوك فقال يا رسول الله تخلفني في النساء والصبيان فقال أما ترضى ان تكون مني بمنزلة هارون من موسى غير انه لا نبي بعدي
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi tugas Ali bin Abi Thalib saat perang Tabuk (untuk menjaga para wanita dan anak-anak di rumah). Ali pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, engkau hanya menugasiku untuk menjaga anak-anak dan wanita di rumah ?’ Maka beliau menjawab, ‘Tidakkah engkau rela mendapatkan kedudukan di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku ?” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 4416 dan Muslim no. 2404).
Hadis ini dipakai oleh orang-orang yang berlebihan dalam mengagungkan Ali bin Abi Thalib sebagai legitimasi bahwa Ali lebih mulia dari Abu Bakar dan Umar. Padahal hadis ini adalah pembelaan Rasulullah terhadap Ali yang dituduh oleh orang-orang munafik bahwa dia merasa berat untuk berangkat perang.
Ali berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang munafik mengatakan bahwa engkau menugaskan aku karena engkau memandang aku berat untuk berangkat jihad dan kemudian memberikan keringanan”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka telah berdusta! Kembalilah, aku menugaskanmu untuk mengurus keluargaku dan keluargamu. ‘Tidakkah engkau rela mendapatkan kedudukan di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku?”. Maka Ali pun akhirnya kembali ke Madinah (Taariikhul-Islaam, 1: 232).
Ayah Dari Pemimpin Pemuda Surga
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu adalah ayah dari dua orang cucu kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni Hasan dan Husein. Kedua cucu beliau ini adalah pemimpin para pemuda di surga.
Rasulullah bersabda,
الحَسَنُ وَالحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الجَنَّةِ
“al-Hasan dan al-Husain adalah pemimpin pemuda ahli Surga.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3781)
Penutup
Ali bin Abi Thalib mengatakan,
وَالَّذِى فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ -صلى الله عليه وسلم- إِلَىَّ أَنْ لاَ يُحِبَّنِى إِلاَّ مُؤْمِنٌ وَلاَ يُبْغِضَنِى إِلاَّ مُنَافِقٌ
“Demi Dzat yang membelah biji-bijian dan melepaskan angin. Sesungguhnya Nabi telah berjanji kepadaku bahwa tidak ada yang mencintaiku kecuali ia seorang mukmin, dan tidak ada yang membenciku kecuali ia seorang munafik.” (HR. Muslim, no. 249)
Tentu saja, mencintai Ali bukan hanya klaim semata. Mencintainya adalah dengan mengikuti perintahnya, tidak melebih-lebihkannya dari yang semestinya, dan mencintai orang-orang yang ia cintai. Ali mengutamakan Abu Bakar dan Umar atas dirinya, demikian juga semestinya orang-orang yang mengaku mencintainya, mengikuti keyakinannya.

kisah sahabat nabi


Mush’ab bin Umair, Teladan Bagi Para Pemuda Islam

Mush’ab bin Umair, Teladan Bagi Para Pemuda Islam 5
Masa muda atau usia remaja adalah saat orang-orang mulai mengenal dan merasakan manisnya dunia. Pada fase ini, banyak pemuda lalai dan lupa, jauh sekali lintasan pikiran akan kematian ada di benak mereka. Apalagi bagi mereka orang-orang yang kaya, memiliki fasilitas hidup yang dijamin orang tua. Mobil yang bagus, uang saku yang cukup, tempat tinggal yang baik, dan kenikmatan lainnya, maka pemuda ini merasa bahwa ia adalah raja.
Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang pemuda yang kaya, berpenampilan rupawan, dan biasa dengan kenikmatan dunia. Ia adalah Mush’ab bin Umair. Ada yang menukilkan kesan pertama al-Barra bin Azib ketika pertama kali melihat Mush’ab bin Umair tiba di Madinah. Ia berkata,
رَجُلٌ لَمْ أَرَ مِثْلَهُ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ الجَنَّةِ
“Seorang laki-laki, yang aku belum pernah melihat orang semisal dirinya. Seolah-olah dia adalah laki-laki dari kalangan penduduk surga.”
Ia adalah di antara pemuda yang paling tampan dan kaya di Kota Mekah. Kemudian ketika Islam datang, ia jual dunianya dengan kekalnya kebahagiaan di akhirat.
Kelahiran dan Masa Pertumbuhannya
Mush’ab bin Umair dilahirkan di masa jahiliyah, empat belas tahun (atau lebih sedikit) setelah kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun 571 M (Mubarakfuri, 2007: 54), sehingga Mush’ab bin Umair dilahirkan pada tahun 585 M.
Ia merupakan pemuda kaya keturunan Quraisy; Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab al-Abdari al-Qurasyi.
Dalam Asad al-Ghabah, Imam Ibnul Atsir mengatakan, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat kaya. Sandal Mush’ab adalah sandal al-Hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik, dan dia adalah orang Mekah yang paling harum sehingga semerbak aroma parfumnya meninggalkan jejak di jalan yang ia lewati.” (al-Jabiri, 2014: 19).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ حُلَّةً ، وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ
“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim).
Ibunya sangat memanjakannya, sampai-sampai saat ia tidur dihidangkan bejana makanan di dekatnya. Ketika ia terbangun dari tidur, maka hidangan makana sudah ada di hadapannya.
Demikianlah keadaan Mush’ab bin Umair. Seorang pemuda kaya yang mendapatkan banyak kenikmatan dunia. Kasih sayang ibunya, membuatnya tidak pernah merasakan kesulitan hidup dan kekurangan nikmat.
Menyambut Hidayah Islam
Orang-orang pertama yang menyambut dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah istri beliau Khadijah, sepupu beliau Ali bin Abi Thalib, dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhum. Kemudian diikuti oleh beberapa orang yang lain. Ketika intimidasi terhadap dakwah Islam yang baru saja muncul itu kian menguat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam radhiyallahu ‘anhu. Sebuah rumah yang berada di bukit Shafa, jauh dari pengawasan orang-orang kafir Quraisy.
Mush’ab bin Umair yang hidup di lingkungan jahiliyah; penyembah berhala, pecandu khamr, penggemar pesta dan nyanyian, Allah beri cahaya di hatinya, sehingga ia mampu membedakan manakah agama yang lurus dan mana agama yang menyimpang. Manakah ajaran seorang Nabi dan mana yang hanya warsisan nenek moyang semata. Dengan sendirinya ia bertekad dan menguatkan hati untuk memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah al-Arqam dan menyatakan keimanannya.
Kemudian Mush’ab menyembunyikan keislamannya sebagaimana sahabat yang lain, untuk menghindari intimidasi kafir Quraisy. Dalam keadaan sulit tersebut, ia tetap terus menghadiri majelis Rasulullah untuk menambah pengetahuannya tentang agama yang baru ia peluk. Hingga akhirnya ia menjadi salah seorang sahabat yang paling dalam ilmunya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya ke Madinah untuk berdakwah di sana.
Menjual Dunia Untuk Membeli Akhirat
Suatu hari Utsmani bin Thalhah melihat Mush’ab bin Umair sedang beribadah kepada Allah Ta’ala, maka ia pun melaporkan apa yang ia lihat kepada ibunda Mush’ab. Saat itulah periode sulit dalam kehidupan pemuda yang terbiasa dengan kenikmatan ini dimulai.
Mengetahui putra kesayangannya meninggalkan agama nenek moyang, ibu Mush’ab kecewa bukan kepalang. Ibunya mengancam bahwa ia tidak akan makan dan minum serta terus beridiri tanpa naungan, baik di siang yang terik atau di malam yang dingin, sampai Mush’ab meninggalkan agamanya. Saudara Mush’ab, Abu Aziz bin Umair, tidak tega mendengar apa yang akan dilakukan sang ibu. Lalu ia berujar, “Wahai ibu, biarkanlah ia. Sesungguhnya ia adalah seseorang yang terbiasa dengan kenikmatan. Kalau ia dibiarkan dalam keadaan lapar, pasti dia akan meninggalkan agamanya”. Mush’ab pun ditangkap oleh keluarganya dan dikurung di tempat mereka.
Hari demi hari, siksaan yang dialami Mush’ab kian bertambah. Tidak hanya diisolasi dari pergaulannya, Mush’ab juga mendapat siksaan secara fisik. Ibunya yang dulu sangat menyayanginya, kini tega melakukan penyiksaan terhadapnya. Warna kulitnya berubah karena luka-luka siksa yang menderanya. Tubuhnya yang dulu berisi, mulai terlihat mengurus.
Berubahlah kehidupan pemuda kaya raya itu. Tidak ada lagi fasilitas kelas satu yang ia nikmati. Pakaian, makanan, dan minumannya semuanya berubah. Ali bin Abi Thalib berkata, “Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum memeluk Islam) dibandingkan dengan keadaannya sekarang…” (HR. Tirmidzi No. 2476).
Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan kain burdah (jenis kain yang kasar) yang tidak menutupi tubuhnya secara utuh. Orang-orang pun menunduk. Lalu ia mendekat dan mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji dan mengatakan hal yang baik-baik tentangnya. Dan beliau bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakan dia dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…” (HR. Hakim No. 6640).
Saad bin Abi Waqqash radhiayallahu ‘anhu berkata, “Dahulu saat bersama orang tuanya, Mush’ab bin Umair adalah pemuda Mekah yang paling harum. Ketika ia mengalami apa yang kami alami (intimidasi), keadaannya pun berubah. Kulihat kulitnya pecah-pecah mengelupas dan ia merasa tertatih-taih karena hal itu sampai-sampai tidak mampu berjalan. Kami ulurkan busur-busur kami, lalu kami papah dia.” (Siyar Salafus Shaleh oleh Ismail Muhammad Ashbahani, Hal: 659).
Demikianlah perubahan keadaan Mush’ab ketika ia memeluk Islam. Ia mengalami penderitaan secara materi. Kenikmatan-kenikmatan materi yang biasa ia rasakan tidak lagi ia rasakan ketika memeluk Islam. Bahkan sampai ia tidak mendapatkan pakaian yang layak untuk dirinya. Ia juga mengalami penyiksaan secara fisik sehingga kulit-kulitnya mengelupas dan tubuhnya menderita. Penderitaan yang ia alami juga ditambah lagi dengan siksaan perasaan ketika ia melihat ibunya yang sangat ia cintai memotong rambutnya, tidak makan dan minum, kemudian berjemur di tengah teriknya matahari agar sang anak keluar dari agamanya. Semua yang ia alami tidak membuatnya goyah. Ia tetap teguh dengan keimanannya.
Peranan Mush’ab Dalam Islam
Mush’ab bin Umair adalah salah seorang sahabat nabi yang utama. Ia memiliki ilmu yang mendalam dan kecerdasan sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya untuk mendakwahi penduduk Yatsrib, Madinah.
Saat datang di Madinah, Mush’ab tinggal di tempat As’ad bin Zurarah. Di sana ia mengajrkan dan mendakwahkan Islam kepada penduduk negeri tersebut, termasuk tokoh utama di Madinah semisal Saad bin Muadz. Dalam waktu yang singkat, sebagian besar penduduk Madinah pun memeluk agama Allah ini. Hal ini menunjukkan –setelah taufik dari Allah- akan kedalaman ilmu Mush’ab bin Umair dan pemahamanannya yang bagus terhadap Alquran dan sunnah, baiknya cara penyampaiannya dan kecerdasannya dalam berargumentasi, serta jiwanya yang tenang dan tidak terburu-buru.
Hal tersebut sangat terlihat ketika Mush’ab berhadap dengan Saad bin Muadz. Setelah berhasil mengislamkan Usaid bin Hudair, Mush’ab berangkat menuju Saad bin Muadz. Mush’ab berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau Anda duduk dan mendengar (apa yang hendak aku sampaikan)? Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”. Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih bijak”. Mush’ab pun menjelaskan kepada Saad apa itu Islam, lalu membacakannya Alquran.
Saad memiliki kesan yang mendalam terhadap Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu dan apa yang ia ucapkan. Kata Saad, “Demi Allah, dari wajahnya, sungguh kami telah mengetahui kemuliaan Islam sebelum ia berbicara tentang Islam, tentang kemuliaan dan kemudahannya”. Kemudian Saad berkata, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk Islam?” “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkan dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Jawab Mush’ab. Saad pun melakukan apa yang diperintahkan Mush’ab.
Setelah itu, Saad berdiri dan berkata kepada kaumnya, “Wahai Bani Abdu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?” Mereka menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya, dan paling lurus tabiatnya”.
Lalu Saad mengucapkan kalimat yang luar biasa, yang menunjukkan begitu besarnya wibawanya di sisi kaumnya dan begitu kuatnya pengaruhnya bagi mereka, Saad berkata, “Haram bagi laki-laki dan perempuan di antara kalian berbicara kepadaku sampai ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya!”
Tidak sampai sore hari seluruh kaumnya pun beriman kecuali Ushairim.
Karena taufik dari Allah kemudian buah dakwah Mush’ab, Madinah pun menjadi tempat pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya hijrah. Dan kemudian kota itu dikenal dengan Kota Nabi Muhammad (Madinah an-Nabawiyah).
Wafatnya
Mush’ab bin Umair adalah pemegang bendera Islam di peperangan. Pada Perang Uhud, ia mendapat tugas serupa. Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sahabat yang mulia ini. Ia berkata:
Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu membawa bendera perang di medan Uhud. Lalu datang penunggang kudak dari pasukan musyrik yang bernama Ibnu Qumai-ah al-Laitsi (yang mengira bahwa Mush’ab adalah Rasulullah), lalu ia menebas tangan kanan Mush’ab dan terputuslah tangan kanannya. Lalu Mush’ab membaca ayat:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).
Bendera pun ia pegang dengan tangan kirinya. Lalu Ibnu Qumai-ah datang kembali dan menebas tangan kirinya hingga terputus. Mush’ab mendekap bendera tersebut di dadanya sambal membaca ayat yang sama:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).
Kemudian anak panah merobohkannya dan terjatuhlah bendera tersebut. Setelah Mush’ab gugur, Rasulullah menyerahkan bendera pasukan kepada Ali bin Abi Thalib (Ibnu Ishaq, Hal: 329).
Lalu Ibnu Qumai-ah kembali ke pasukan kafir Quraisy, ia berkata, “Aku telah membunuh Muhammad”.
Setelah perang usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memeriksa sahabat-sahabatnya yang gugur. Abu Hurairah mengisahkan, “Setelah Perang Uhud usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencari sahabat-sahabatnya yang gugur. Saat melihat jasad Mush’ab bin Umair yang syahid dengan keadaan yang menyedihkan, beliau berhenti, lalu mendoakan kebaikan untuknya. Kemudian beliau membaca ayat:
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23).
Kemudian beliau mempersaksikan bahwa sahabat-sahabatnya yang gugur adalah syuhada di sisi Allah.
Setelah itu, beliau berkata kepada jasad Mush’ab, “Sungguh aku melihatmu ketika di Mekah, tidak ada seorang pun yang lebih baik pakaiannya dan rapi penampilannya daripada engkau. Dan sekarang rambutmu kusut dan (pakaianmu) kain burdah.”
Tak sehelai pun kain untuk kafan yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya, bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Sehingga Rasulullah bersabda, “Tutupkanlah kebagian kepalanya, dan kakinya tutupilah dengan rumput idkhir.”
Mush’ab wafat setelah 32 bulan hijrahnya Nabi ke Madinah. Saat itu usianya 40 tahun.
Para Sahabat Mengenang Mush’ab bin Umair
Di masa kemudian, setelah umat Islam jaya, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu yang sedang dihidangkan makanan mengenang Mush’ab bin Umair. Ia berkata, “Mush’ab bin Umair telah wafat terbunuh, dan dia lebih baik dariku. Tidak ada kain yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah”. (HR. Bukhari no. 1273). Abdurrahman bin Auf pun menangis dan tidak sanggup menyantap makanan yang dihidangkan.
Khabab berkata mengenang Mush’ab, “Ia terbunuh di Perang Uhud. Ia hanya meninggalkan pakaian wool bergaris-garis (untuk kafannya). Kalau kami tutupkan kain itu di kepalanya, maka kakinya terbuka. Jika kami tarik ke kakinya, maka kepalanya terbuka. Rasulullah pun memerintahkan kami agar menarik kain ke arah kepalanya dan menutupi kakinya dengan rumput idkhir…” (HR. Bukhari no.3897).
Penutup
Semoga Allah meridhai Mush’ab bin Umair dan menjadikannya teladan bagi pemuda-pemuda Islam. Mush’ab telah mengajarkan bahwa dunia ini tidak ada artinya dibanding dengan kehidupan akhirat. Ia tinggalkan semua kemewahan dunia ketika kemewahan dunia itu menghalanginya untuk mendapatkan ridha Allah.
Mush’ab juga merupakan seorang pemuda yang teladan dalam bersemangat menuntut ilmu, mengamlakannya, dan mendakwahkannya. Ia memiliki kecerdasan dalam memahami nash-nash syariat, pandai dalam menyampaikannya, dan kuat argumentasinya.
Sumber:
al-Jabiri, Adnan bin Sulaiman. 2014. Shirah ash-Shahabi al-Jali: Mush’ab bin Umair. Jeddah: Dar al-Waraq al-Tsaqafah
Mubarakfury, Shafiyurrahman. 2007. ar-Rahiq al-Makhtum. Qatar: Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu-un al-Islamiyah